Archive for 2016
AKTIVASI EKSTRAK ETANOL DAUN BUAS-BUAS ( Premna serratifolia) TERHADAP BAKTERI (Staphylococcus epidermidis) PENYEBAB BAU BADAN
LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
AKTIVASI EKSTRAK ETANOL
DAUN BUAS-BUAS ( Premna serratifolia)
TERHADAP BAKTERI (Staphylococcus epidermidis) PENYEBAB BAU BADAN
BIDANG KEGIATAN :
PROGRAM KREATIVITAS
MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P)
Diusulkan oleh :
Isti’anah 131620523 Angkatan 2013
Nova Miola Anggraini 141620589 Angkatan 2014
Elsa
Mayora Sari 141620658 Angkatan 2014
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2015
PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PKM-P
|

DAFTAR
ISI
Halaman
|
|
|
HALAMAN
PENGESAHAN ............................................................................ii
|
|
RINGKASAN
...................................................................................................iii
|
|
DAFTAR ISI ....................................................................................................
iv
|
|
BAB 1.
PENDAHULUAN .................................................................................1
|
|
BAB 2. TINJAUAN
PUSTAKA........................................................................3
|
|
BAB 3. METODE
PENELITIAN......................................................................7
|
|
BAB 4. HASIL
YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS.........................9
|
|
BAB 5 PENUTUP
...........................................................................................10
|
|
LAMPIRAN
....................................................................................................12
|
|
Lampiran 1. Penggunaan Dana
....................................................................... 22
|
|
Lampiran 2. Bukti-bukti Pendukung
kegiatan .................................................26
|
|
|
|
RINGKASAN
Telah dilakukan pengujian aktivitas antimikroba daun
buas-buas (Premna
serratifolia) terhadap
bakteri penyebab bau badan,
Staphylococcus epidermidis. Ekstrak daun buas-buas diperoleh dengan metode
maserasi, yaitu merendam 700 gram serbuk kering sampel dalam 95% etanol
sebanyak 3,5 Liter. Maserat yang telah terkumpul dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh
ekstrak kental yang berwarna hijau pekat 36,74 gram. Selanjutnya dilakukan
pengujian aktivitas antimikroba dengan cara difusi agar menggunakan kertas cakram. Kloramfenikol 30
µg/ml sebagai kontrol positif dan etanol
sebagai kontrol negatif. Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa ekstrak daun buas-buas berpengaruh secara signifikan
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis pula
diketahui bahwa nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak daun buas-buas
berada pada konsentrasi 80 %, 40 %, 20 %, 10 %, 5% dengan rata-rata diameter
daya hambat sebesar 23,3 mm, 25,3 mm, 9,5 mm, 9,5 mm, dan 7,9 mm yang berbeda
secara signifikan dengan kontrol positif, yaitu 18,8 mm. Ekstrak etanol daun
buas-buas (Premna serratifolia)
terbukti dapat menghambat aktivitas bakteri Staphylococcus
epidermidis penyebeab bau badan.
Kata kunci : daun buas-buas, Staphylococcus epidermidis, metode
difusi agar
![]() |
|||
|
BAB
I
PENDAHULUAN
Cuaca di daerah katulistiwa pontianak ini
sangat panas mencapai 30 0C karena letak titik lintang nol derajat
yang membelah bumi secara horizontal yakni fenomena alam ketika matahari tepat
berada di garis katulistiwa. Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada di
atas kepala sehingga masyarakat pontianak akan bercucuran keringat karena
panasnya terik matahari. Adanya daerah katulistiwa juga memberikan efek cuaca
yang sangat ekstrim, karena membawa hawa yang begitu panas untuk masyarakat
pontianak. Di bandingkan dengan kota tetangga yang juga sama pada pulau
kalimantan. Berkeringat ini terjadi dengan cara beraktivitas fisik yang sangat
berat sebab terkena paparan panas, dan terkadang saat terkena demam. Keringat
yang terjebak di daerah tersembunyi seperti ketiak bisa menjadi sumber bau yang
berpotensi menurunkan rasa percaya diri. Penyebabnya adalah salah satunya bau
badan yang dialami oleh setiap manusia yang melakukan aktivitas yang berlebihan
ataupun disebabkan oleh faktor hormon, bakteri, tidak menjaga kebersihan tubuh
dan genetik (Agoes, 2007).
Sebagian orang menganggap bahwa bau ketiak dan
badan adalah akibat langsung dari keringat. Faktanya, keringat yang di
keluarkan oleh kelenjar apokrin di bawah lengan sebenarnya merupakan kombianasi
air, garam, dan urea yang tidak berbau. Bau kemudian muncul saat keringat
kontak dengan bakteri serta permukaan kulit. Sampai sekarang, berbagai jenis
ramuan herbal digunakan oleh masyarakat (Ado, 2013).
Survei kesehatan rumah tangga tahun 1970,
1980, dan 1990 memperlihatkan bahwa tidak adanya penurunan dari jumlah
masyarakat dalam penggunaan ramuan tradisional untuk pengobatan. Pemakaian
deodorant setiap hari juga belum memberikan hasil yang maksimal bagi penderita
bau ketiak. Hal ini karena deoderant membuat ketiak menjadi hitam, dan noda
yang ditinggalkan pada baju yang tidak
dapat dihilangkan serta dapat memicu timbulnya kanker payudara dan menimbilkan
iritasi kulit. Kandungan deodorant berupa alumunium
zirconium, alumunium klorida, dan anti perspirant mengurangi produksi keringat sampai 40%
penggunaan deodorant ini menimbulkan beberapa efek seperti : ketiak hitam,
iritasi, kanker payudara (17 pasien kanker payudara ditemukan alumunium
disekitar penggunaan deodorant) sampai alzaimer. Pemakaian deodorant hanya menyamarkan bau badan namun
tidak mengatasinya. Perpaduan antara deodorant dengan bau badan, parfum dan
keringat menjadi aroma yang sangat tidak nyaman. Hal ini disebabkan karena efek
keringat yang berlebihan dengan menggunakan deodorant akan menimbulkan
aktivitas hambat bakteri yang disebabkan oleh pH yang relatif rendah serta
netralisasi bau dengan kombinasi kimia. Oleh karena itu, penghambatan bakteri staphylococcus epidermidis akhirnya
tidak bekerja kemudian akan mengakibatkan penyakit kronis salah satunya kanker
payudara yang terjadi pada kaum hawa (Depkes RI, 2000).
|
Kebijakan
pemerintah mengenai obat tradisional menyatakan bahwa penyediaan obat merupakan
salah satu unsur yang penting dalam upaya pembangunan di bidang kesehatan,
dimana obat tradisional yang terbukti berkhasiat dikembangkan dan digunakan
dalam upaya kesehatan. Penggunaan obat tradisional ini sebagai solusi mahalnya
obat-obatan sintetik dan dampak samping yang di timbulkannya. Salah satunya
ialah penggunaan daun buas-buas sebagai bahan penghilang bau badan (Depkes RI,
2000).
Masyarakat telah menggunakan solusi yang
mengenai daun buas-buas yang banyak kandungannya serta khasiatnya. Skrining terhadap Premna
serratifolia Linn mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid,
flavonoid, tanin, glikosid, steroid, saponin, senyawa volatil dan fenolik (Rajendran
R, 2010; Wahyuni et al, 2014; Kurniati, 2013: Singh CR et al, 2011: Restuati M et al, 2014).
Senyawa fenolik yang terdapat pada daun Premna
serratifolia Linn berupa isorhamnetin, methilquercetin glikosid, flavonol,
dan apigenin- 7- O- rutinosid (Sukhri et
al, 2011).
Metabolit
sekunder yang terdapat pada Premna
seratifolia Linn dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat dengan berbagai
aktivitas, yaitu : aktivitas stimulus jantung (Rajendran
R et al, 2008), antikoogulan (Gopal R H and Purushothaman KK, 1984), rebusan berkhasiat anti inflammatory and anti arthritic
(Rathor R S et
al, 1977), ekstrak akarnya
memiliki aktivitas antibakteri (Rajendran R and Basha N S, 2010), kulit kayu dan kayu memiliki aktivitas anti mikroba (Rekha
R, 2010), aktivitas
hepatoprotektif pada daun (Vadivu R et al, 2009) dan ekstrak akarnya (Sigh CR at al, 2011), ekstrak etanol kulit kayu dan kayu memiliki efek
kardioprotektif (Rajendran R and Basha
NS, 2008), fraksi etanol memiliki aktiviatas antioksidan (Kurniati RI, 2013),
ekstrak metanol memiliki aktivitas antifungi (Wahyuni S. et al, 2014), aktivitas toxsit pada Larva Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti Linn.) (Lestari MA dkk,
2014), dan imonostimulan pada tikus (Retuati M et al, 2014).
Buas-buas
mungkin memiliki aktivitas menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis karena mempunyai kandungan yang sama dengan patikan kebo dan beluntas.
Kedua tanaman tersebut memiliki famili
yang sama dengan buas-buas dan terbukti memiliki aktivitas yang menghambat
bakteri (Kurniati, 2013; Nahak
MM, 2012). Sudah dilakukan penelitian untuk melihat aktivitas anti bakteri
buas-buas namun dilakukan kepada bakteri selain Staphylococcus epidermidis. Masyarakat mengkonsumsinya dengan cara
di urap, disayur, dan dimasak bersama ikan.
Sehingga ini merupakan penelitian baru yang dibutuhkan di masyarakat
dikalimantan barat dan Indonesia umumnya. Ini merupakan penelitian awal untuk
selanjutnya dilakukan formulasi terhadap buas-buas untuk mempermudah
penggunaanya.
|
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Tanaman Buas-buas
Tanaman
buas-buas ditemukan oleh Christian, pada tahun 1899 M dengan nama latin Premna serratifolia, Premna obtusifolia
(Tuhke en Pohnpei, 1992 M), Premna
serratifolia (Sra in ain Kosrae, 1993 M), P. Gaudichaudii (Rehg and Sohl, 1979 M). Tanaman buas-buas atau
dikenal dengan sebutan buas-buas, beruas, ambong-ambong laut, pecah piring,
singkil, atau limau pantai atau nama saintifiknya Premna Sp biasanya dijajakan di pasar tani sebagai sayur ulam. Daun
buas-buas ini mempunyai khasiat tersendiri kepada kesehatan. Air rebusan dan
pucuck daun herbal buas-buas ini dipercayai oleh masyarakat Melayu sebagai
penyembuhan yang bermasalah pening kepala. Pucuk daun buas-buas yang mentah
kadang-kadang masyarakat terutama bagi ibu-ibu rumah tangga membuatnya dengan
cara di celur atau direbus maupun dimakan bersama sambal belacan, budu, cencaluk, atau pencecah yang lain. Rasanya manis-manis pedas dan
sedikit pahit serta rangup dan berbau. Pokok herba ini merujuk kepada
tumbuhan renek berbatang lembut. Dengan kebiasaannya pokok herba ini mempunyai batang yang lembut dan berair. Pokok-pokok herba telah lama
digunakan oleh orang-orang Melayu dan Cina sebagai bahan ubat atau penguat tenaga (Sumarti,
2013).
Daun pokok buas-buas berwarna hijau muda ini tumbuh
dengan tangkai berhadapan. Daunnya tunggal, lebar, bertepi rata. Hujung daun
meruncing tajam. Pokoknya tumbuh tinggi menegak yang memiliki bunga warna
putih, bentuk lonceng. Bunganya berbau terasa kuat dan menusuk hidung yang
dipercayai oleh masyarakat mempunyai nilai khasiat perobatan. Pokok muda
berbatang coklat manakala yang batangnya sudah tua berwarna kelabu. Daun sedap
ini dibuat ulam karena rasa pucuknya manis. Menurut orang cina yang mengetahui
khasiatnya, daun pokok ini berkhasiat mencegah atau melawan penyakit yang
disebarkan virus yang terawang di udara yaitu seperti penyakit SARS. Pucuknya
boleh dijadikan ulaman harian. Dipercaya masyarakat dapat merawat badan
berangin dan sesuai digunakan oleh
perempuan dalam berpantang. Menurut
pengamalnya, dengan memakan ulam pucuk daun buas-buas akan mampu mencegah
penyakit terjangkit. Pengamalnya jarang mendapat demam selama mengkomsumsinya
atau batuk-batuk meskipun telah panjat usia. Selain itu, daun buas-buas mungkin
boleh mencegah kencing manis, darah tinggi
dan batu sebagainya kerana pengamalnya tidak mendapat penyakit ini
(Dzulkarnain, 1996).
|

Gambar
2.1 Daun Buas-buas
Klasifikasi daun buas-buas adalah sebagai berikut (Anonim, 2015) :
|
Kingdom
|
:
|
Platae
|
|
Divisi
|
:
|
|
|
Kelas
|
:
|
|
|
Order
|
:
|
|
|
Famili
|
:
|
|
|
Genus
|
:
|
Premna
|
|
Spesies
|
:
|
Premna Serrafotolia
|
2.2 Bau Badan
Bau badan di alami oleh setiap orang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor hormon, bakteri yang
mengindapnya, kondisi kejiwaan, faktor makanan, faktor kegemukan, tidak menjaga
kebersihan tubuh dan faktor genetik. Banyak para wanita mengeluh mengalami
masalah bau badan yang tak sedap karena bertimbulnya keringat yang berlebihan.
Hal ini menunjukkan bahwa keringat itu timbul akibat aktivitas manusia yang
berlebihan atau cuaca panas pada saat musim kemarau (Endarti et al., 2002).
Bromhidrolisis atau bau badan adalah
suatu kondisi kronis dimana munculnya bau akibat produksi oleh sekresi kelenjar
apokrin yang berlebihan. Kelenjar keringat manusia dibagi menjadi 2 jenis yaitu
kelenjar apokrin dan akrin. Kelenjar akrin tersebar diseluruh permukaan kulit
yang berfungsi untuk mengatur suhu tubuh ,yaitu dengan memproduksi keringat.
Sedangkan kelenjar apokrin hanya terdapat di tempat tertentu seperti ketiak,
kulit kelamin, dan payudara (Jacob, 2007).
Seperti
yang telah dijelaskan diatas bahwa bau badan disebabkan oleh bakteri yang
bercampur dengan keringat. Keringat dihasilkan oleh suatu kelenjar yang ada
didalam tubuh kita yaitu kelenjar accrine dan apoccrine. Kedua kelenjar
tersebut memiliki fungsi/peran yang berbeda. Kelenjar accrine menghasilkan
kelenjar bening dan tidak berbau, kelenjar jenis ini sudah diproduksi sejak
kita bayi, biasanya keluar di telapak tangan, dahi, dan punggung. Sedangkan
kelenjar apocrine biasanya keluar pada tempat-tempat tertentu yang berhubungan
dengan tempat tumbuhnya rambut seperti ketiak, hidung, dan kemaluan. Kelenjar
tersebut produksinya akan meningkat terutama pada saat masa-masa pubertas yang
mana jika bercampur dengan bakteri, maka akan menimbulkan bau tak sedap yang
kemudian disebut dengan bau badan (Jacob, 2007).
|
2.3
Bakteri Staphylococcus epidermidis
penyebab bau badan
Disadari atau tidak, bau badan dapat
mengurangi rasa percaya diri kita dalam bergaul. Orang yang bau badan biasanya
akan minder saat berdekatan dengan orang lain, walaupun telah memakai parfum,
tapi terkadang bau badannya tetap tercium. Kulit yang yang sehat adalah rumah
bagi beragam mikrooorganisme. Para ilmuwan telah mengidentifikasi sekitar 1.000
spesies yang berbeda dari bakteri. Bakteri adalah sel prokariotik yang bersifat
khas, uniseluler, dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam
sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas, berbentuk bola seperti batang atau
spiral. Bakteri berdiameter sekitar 0,5 sampai 1,0 µm dan panjangnya 1,5 sampai
2,5 µm. Kulit secara konstan berhubungan
dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda. Bakteri kulit di jumpai pada
epithelium membentuk koloni pada permukaan sel-sel mati. Sekitar 500 sampai
1000 spesies bakteri yang hidup di usus
kita. Rasio mikroba untuk sel-sel kulit
adalah sekitar 10 : 1, dan spesies yang paling umum hidup pada kulit kita
adalah bakteri Staphylococcus,
seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
hominis. Anda juga akan menemukan bakteri Propionibacterium acnes yang menyebabkan jerawat. Bakteri lainnya
yang umum ditemukan yaitu Micrococcus
luteus, Arcanobacterium haemolyticum, kelompok bakteri Brevibacterium, bakteri dari kelompok Corynebacterium dan Dermabacter
(Endarti et al., 2002).
S.
epidermidis adalah salah satu spesies
bakteri dari genus Staphylococcus.
Beberapa karakteristik bakteri ini adalah fakultatif anaerobik, koagulase
negatif, katalase positif, gram positif, berbentuk kokus, berdiameter 0,5 – 1,5
µm, dan suhu optimum pertumbuhan 35-37 0C. Secara klinis, bakteri
ini menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah, seperti penderita
AIDS, pasien kritis, pengguna obat terlarang (narkotika), bayi yang baru lahir,
dan pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama (Shunkri, 2002).
Penggunaan
antibiotik yang tidak benar biasanya akan membuat bakteri bersifat resisten dan
tetap memperbanyak diri dalam inangnya. Bakteri Staphylococcus epidermidis umumnya
telah resisten terhadap antibiotik penisilin dan metisilin, sehingga perlu
diketahui bahan alternatif yang dapat membasmi atau menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut (Bartlett, 2007).
|
Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis adalah (Anonim, 2014):
Kingdom : Monera
Diviso : Firmicutes
Class :
Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies :
Staphylococcus epidermidis

Gambar 2.3 Bakteri Staphylococcus
epidermidis
Antibakteri
adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau tumbuhan yang dalam
jumlah tertentu mempunyai daya penghambat terhadap kegiatan mikroorganisme atau
tumbuhan lain. Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Bakteriostatik
adalah zat antibakteri yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan
bakteri (menghambat perbanyakan populasi bakteri), namun tidak mematikan.
Sedangkan bakterisida adalah zat antibakteri
yang memiliki aktifitas membunuh bakteri. Namun ada beberapa zat antibakteri
yang bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisida
pada konsentrasi tinggi (Nazri, 2011).
Berdasarkan
efektivitas kerjanya terhadap berbagai macam mikroorganisme, zat antibakteri
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri berspektrum luas yang
efektif terhadap berbagai jenis mikroorganisme tertentu. Mekanisme kerja dari
zat antibakteri diantaranya yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat
keutuhan permeabilitas dinding sel, menghambat kerja enzim, dan menghambat
sintesis asam nukleat dan protein. Sebagai contoh antibakteri dengan mekanisme
kerja tersebut adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, basitrasin,
sikloserin, sikloserin, dan ampisilin (Nazri, 2011).
|
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Tempat dan
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Tempat
pelaksanaan penelitian dilakukan di laboratorium terpadu universitas
muhammadiyah pontianak dan laboratorium hasi hutan unversitas tanjung pura.
Waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada hari jum’at, sabtu, dan minggu dengan
alokasi waktu 7 jam/hari.
3.2
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, botol semprot, pipet tetes,
spatula, gelas ukur, erlenmeyer, timbangan, gelas kimia, corong kaca, plat
tetes, open stabilizer, rotary vacum evaporator, cawan petri, alat kromatografi
kertas, batang pengaduk kaca, oven, lemari es, inkubator, neraca analitik,
kawat owse dan lain-lain.
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun buas-buas, nutrient borth,
nutrient agar, kain kasa, allumunium foil, kertas saring, kertas cakram
(oxoid), kapas, tissue, double tipe, etanol 95 % p.a., aquades, dan lain-lain.
3.3
Prosedur Penelitian
a). Pengambilan sampel
Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun buas-buas yang berwarna hijau
muda dari desa rasau jaya 2, Kecamatan rasau jaya, kabupaten kubu raya,
provinsi kalimantan barat. Sampel yang digunakan adalah daun yang sehat, masih
muda dan tidak terlalu tua yaitu 10 lembar daun dari tiap rantingnya dihitung
dari pucuknya. Sampel diambil secara pursposif
tanpa membandingkan dengan daerah lain.
b). Pengolahan sampel
Sampel
daun buas-buas (Premna Serrafotolia)
basah sebanyak 5 kg. Kemudian dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan.
Pengeringan dilakukan diudara terbuka dan berangin. Setelah kering, sampel
dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk dan ditimbang dengan neraca
analitik.
3.4
Ekstraksi Daun Buas-buas
|
Ekstrak daun buas-buas diekstraksi
dengan metode maserasi. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi, yaitu dengan merendam 700 g serbuk kering sampel
dalam 95 % etanol p.a. selama 5 hari kemudian mendapatkan hasil maserat yang
terkumpul lalu dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh
ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh ditimbang, disimpan dalam wadah
steril, selanjutnya disimpan dalam desikator silika gel (Elin et al., 2006).
Dalam proses maserasi, sel daun buas-buas akan mengalami kondisi tercekam,
sehingga sel-selnya akan mengeluarkan senyawa-senyawa aktif yang kemudian
diikat oleh pelarut etanol tersebut.
Menurut Cowan (1999:573), pelarut etanol ini dapat digunakan untuk mengikat
berbagai senyawa aktif seperti tanin, polifenol, flavonoid, terpenoid, sterol,
dan alkonoid. Hasil maserasi serbuk daun kering daun buas-buas sebanyak 700
g diperoleh ekstrak kasar etanol yang
berwarna hijau pekat dan berbentuk pasta sebanyak 98,5 g.
3.5 Penyiapan Biakan
Bakteri Staphylococcus epidermidis
Dalam uji aktivitas antibakteri
dengan metode difusi agar digunakan
inokulum bakteri Staphylococcus
epidermidis sebanyak 1,4 x 108 cfu/ml dalam medium Nutrient
Borth pada usia jam ke-4. Biakan tersebut setara dengan nilai absorbensi 0,885
yang terukur pada spectrophotometer dengan panjang gelombang 570 nm.
3.6 Uji Aktivitas
Antimikroba Dengan Metode Difusi Agar
Cakram
dicelupkan ke dalam larutan sampel sampai merata di seluruh permukaan cakram
dengan berbagai macam konsentrasi yang telah disiapkan. Penuangan media nutrient
agar (NA) yang telah disterilkan ke dalam petridish. Media nutrient agar
(NA) yang telah dingin dan memadat selanjutnya di tanami bakteri. Bakteri
yang di tanam diratakan hingga seluruh permukan nutrient agar (NA) dengan
menggunakan spreader. Kemudian cakram tersebut diletakkan dalam media nutrient agar (NA) yang
telah ditanami bakteri. Langkah selanjutnya dilakukan dengan inkubasi selama 24
jam pada suhu 370 C. Aktifitas antibakteri terbesar ditunjukkan oleh
luas diameter zona bening terbesar yang terbentuk dari konsentrasitersebut.
Konsentrasi terkecil dari sampel yang mampu menghambat bakteri yang
diinokulasikan dengan terbentuknya zona bening merupakan nilai Konsentrasi
Hambat
Minimum
(KHM) dari sampel tersebut.
Penggujian
aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh ekstrak daun buas-buas dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis. Hal ini dilihat dari besarnya
diameter daya hambat yang terbentuk
disekitar kertas cakram.
3.7
Uji Aktivitas Antimikroba Dengan Metode
Kertas Cakram
|
Uji
aktivitas antibakteri biasa dilakukan terhadap tiap ekstrak daun
buas-buas dengan menggunakan kertas
cakram dengan bakteri uji Staphylococcus epidermidis. Kertas
cakram ditetesi dengan 50 µL tiap ekstrak daun buas-buas. Kertas cakram ini
diangin-anginkan hingga kering. Setelah kering diletakkan diatas media padat
yang telah disebarkan bakteri uji pada permukaannya. Bakteri uji tersebut
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah 24 jam diukur
dengan zona bening disekitar kertas cakram
dan dinyatakan sebagai diameter hambat. Aktivitas antibakteri ditunjukan
oleh keberadaan zona bening tersebut.
3.8
Pembuatan Larutan Ekstrak Sampel
Daun buas-buas sebagai sampel
dilakukan pengeringan selama satu minggu kemudian dilakukan pemblenderan.
Maserasi selama tiga hari menggunakan etanol 95% dengan perbandingan sampel dan
etanol (w/w) sehingga langsung diperoleh beberapa konsentrasi (w/w). Untuk
memisahkan ekstrak dan sampel dilakukan penyaringan. Kadar sampel daun buas-buas yang dibuat
mulai dari 5%, 10%, 20%, 40% dan 80%. Ekstrak yang diperoleh kemudian sebagai
bahan antibakteri sampel yang akan di uji.
3.9
Pensterilan Alat dan Bahan
Seluruh
alat dan bahan yang akan digunakan dilakukan pencucian hingga bersih dan
dilanjutkan pengeringan. Langkah selanjutnya dilakukan pensterilan menggunakan
autoklaf selama 20 menit dengan temperatur sebesar 1210 C dengan
tekanan 2 atm, begitu juga media yang digunakan yang berupa media Nutrient
broth dan Nutrient agar.
3.10
Pembuatan Media
Untuk
Nutrient broth dibuat dari campuran 0,5 g ekstrak ragi, 0,25 g pepton
dan 0,25 g NaCl yang dilarutkan dalam 50 mL akuades pada erlenmeyer. Untuk Nutrient
agar dibuat dari campuran 0,5 g ekstrak ragi, 0,75 g pepton, 0,25 g NaCl
dan 1,5 g agar yang dilarutkan dalam akuades 150 mL pada Erlenmeyer (kurang
lebih untuk 7 buah cawan petri berukuran diameter ±10 cm). Media yang akan
digunakan didinginkan terlebih dahulu sebelum digunakan.
3.
11 Regenerasi Bakteri
Mengambil
bakteri satu mata ose dari stok bakteri yang akan digunakan. Kemudian dilakukan
inokulasi dalam media Nutrient broth (NB) dan diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 370 C. Menyiapkan 2 buah media Nutrient broth (NB)
dengan 1 media sebagai kontrol negatif (tanpa diinokulasi bakteri) sebagai
pembanding terjadinya pertumbuhan bakteri pada media yang telah diinokulasi.
Perlakuan diulang 3 kali untuk regenerasi pertama yang selanjutnya digunakan
untuk uji.
|
BAB IV
HASIL
YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS
4.1 Ekstraksi
Hasil
maserasi berupa filtrat berwarna hijau kehitaman sebanyak 3.5 L. Kemudian diuapkan
menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak
36,74 gram berwarna hijau kehitaman.
Ekstrak ini akan digunakan dalam uji aktivitas antibakteri.
4.2 Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Daun Buas-buas (Premna serratifolia)
terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis Penyebab Bau Badan.
Adapun
dokumentasi foto hasil uji aktivitas antibakteri dalam pencarian nilai
konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol daun buas-buas (Premna serratifolia) dapat dilihat seperti pada Gambar berikut ini.

Gambar 1. Diameter daya hambat
ekstrak daun buas-buas 40 %
Pengujian
aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode
difusi
agar untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh ekstrak etanol daun buas-buas dalam menghambat
pertumbuhan bakteri S. Epidermidis. Hal ini dilihat dari besarnya
diameter daya hambat yang terbentuk di sekitar cakram kertas. Hasil pengujian
aktivitas antibakteri tahap awal menghasilkan data seperti yang terlihat pada
Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Aktivitas
Ekstrak Daun buas-buas terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus
epidermidis
|
KONSENTRASI
Ekstrak Daun Buas-buas (Premna serratifolia)
|
DIAMETER
DAYA HAMBAT BAKTERI
Staphylococcus
epidermidis
|
||
|
Kloramfenikol
30 μg/ml
|
18,8 mm
|
||
|
Etanol
|
0 mm
|
||
|
80%
|
23,3 mm
|
||
|
40%
|
25,3 mm
|
||
|
20%
|
9,3 mm
|
||
|
10%
|
9,3 mm
|
||
|
5%
|
7,9 mm
|
Tabel
1 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi kekentalan ekstrak daun buas-buas
(Premna serratifolia), semakin besar
pula diameter daya hambat yang dibentuknya, sehingga diketahui bahwa keduanya
memiliki hubungan yang berbanding lurus satu sama lain. Pada ekstrak
berkonsentrasi 40 % menunjukkan hasil yang signifikan. Konsentrasi 40 % ini
memiliki daya hambat yang semakin tinggi yaitu 25,3 mm.
Terbentuknya
zona hambat di sekitar cakram kertas membuktikan bahwa ekstrak daun daun
buas-buas (Premna serratifolia) dapat
bersifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Ekpo
& Pretoius (2007: 201) menyebutkan bahwa daun buas-buas (Premna serratifolia) memiliki beberapa
kandungan senyawa aktif seperti flavonoid (quercitrin dan myricitrin),
tanin, sterol (24-methylene-cycloartenol dan β-sitosterol),
triterpene (β-amyrin),
dan triterpenoids (taraxerone dan 11α, 12α-oxidotaraxerol).
Menurut Gisvold (1982) dalam Sabir
(2005) disebutkan bahwa flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas
dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara
flavonoid dengan DNA bakteri. Adapun menurut Naim (2004), flavonoid memiliki
sifat lipofilik sehingga dimungkinkan akan merusak membran sel bakteri.
Kemudian, senyawa tanin diduga berhubungan dengan kemampuannya dalam
menginaktivasi adhesin mikroba, enzim, dan protein transport pada membran sel.
Selain itu, senyawa terpen atau terpenoid diketahui dapat bersifat aktif
terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Mekanisme antimikrobial senyawa
terpen diduga terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat diketahui bahwa daun buas-buas dapat menghambat bakteri (Staphylococcus epidermidis) penyebab bau
badan, melalui berbeda-beda konsentrasi. Konsentrasi ekstrak daun buas-buas (Premna serratifolia) ini mulai dari 80
%, 40 %, 20 %, 10 % dan 5 %, dengan kontrol positif menggunakan kloramfenikol
30 μg/ml dan kontrol negatifnya menggunakan etanol 96 %. Dimana pada
konsentrasi ini menghasilkan zona hambat bakteri (Staphylococcus epidermidis) yang sudah disampaikan dalam tabel di
atas. Hal ini menunjukan bahwa daun buas-buas (Premna serratifolia) dapat di olah dan diformulasikan sebagai teh,
deodoran dan sabun. Selain itu daun buas-buas (Premna serratifolia) biasanya dikonsumsi dengan cara direbus, di
ulam, untuk lalapan terkadang disayur bagi ibu-ibu rumah tangga yang mengetahui
khasiat dan kandungannya.
|
|||
|
|||
Menurut
Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut : diameter
zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10
mmdikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat
20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat. Berdasarkan kriteria tersebut, maka
daya antibakteri ekstrak daun buas-buas (Premna
serratifolia) pada bakteri Staphylococcus epidermidis dengan
konsentrasi ekstrak 5% ( 7,9 mm), 10% (9,3 mm) konsentrasi ekstrak 20% (9,3
mm), termasuk sedang dan 40% (25,3 mm), 80% (23,3 mm) termasuk kuat.
|
BAB
V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian, menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun buas-buas mempunyai
aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis.
Konsentrasi
hambat minimum (KHM) ekstrak terhadap bakteri uji
Staphylococcus
epidermidis adalah
1.
Ekstrak etanol daun buas-buas memiliki aktivitas sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis.
2.
Pengaruh konsentrasinya semakin besar
konsentrasi ekstrak daun buas-buas daya hambatnya semakin baik.
5.2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mendapatkan formulasi deodoran,
pengujian terhadap tikus dan manusia serta diproduksi dalam skala
industri.
|
DAFTAR PUSTAKA
Ado, Muhammad Abubakar, dkk. 2013. Anti- and Pro- Lipase Activity of
Selected Medicinal, Herbal and Aquatic Plants, and Structure Elucidation of an
Anti-Lipase Compound. Vol. 18. Halaman 14651-14669.
Agoes, G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : IPB.
Anonim a. 2014. Bebuas. http.//www.wikipedia.co.id
(akses 5 September 2014).
Anonim b. 2014. Bakteri Staphylococcus epidermidis. http.//www.wikipedia.co.id
(akses 5 September 2014).
Bartlett, J.G. 2007. Bakteri Staphylococcus
epidermidis [Online]. Tersedia : http.//prod.hopkins-bxguide.org/pathogens/bacteria/aerobic_
grampositive_ cocci/staphylococcus_epidermidis.html?contentInstanceId=255870. (18 September 2014).
Cowan, M.M. 1997. Plant Products as Antimicrobial Agents. American
Society for Microbiology. 12, (4), 564-582.
Dzulkarnain, B. Sundari, D. Dan Chozin, A. 1996. Tanaman Obat Bersifat
Antibakteri di Indonesia. Jakarta : Cermin Dunia kedokteran.
Departemen Kesehatan Replublik Indonesia. 2000.
Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Depertemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Elin, EY, Suwendar dan Ernita Ekawati, 2006.
Aktivitas Ekstrak Etanol Herbal Seledri (Apium
graveolens) dan Daun Urang Aring (Eclipta
prostate L.) Terhadap Pityrosporum
ovale. Majalah Farmasi Indonesia. Vol. 17: No. 3. Hal. 1-7 (diakses 18 September 2014).
Endarti, Yulinah, E and
Soediro, I. 2002. Kajian Asam Usnat Terhadap Bakteri bau badan [Online].
Tersedia : http.//bahanalam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=121. (diakses
18 September 2014).
Gopal R H and Purushothaman KK. 1984. Effect of
plant isolates on coagulation of blood: An in-vitro study. Bull med ethanobot
Res,5: 171-77,(1984).
Jacob, T.N.A. 2007. Bau
Badan Yang bikin Tak Nyaman [Online]. Tersedia: http://racik.wordpress.com/2007/06/15/bau-badan-yang-bikin-tak-nyaman/ (diakses 18 September 2014).
Jones, W. P. and A. D. Kinghorn. 2006. Extraction of
Plant Secondary Metabolites. In: Sarker, S. D., Latif, Z. and Gray, A. I., eds.
Natural Products Isolation.2nd Ed. New Jersey: Humana Press.
P.341-342.
|
Kristanti, A. N., N. S. Aminah., M.
Tanjung dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Jurusan Kimia
Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Airlangga.P. 47.
Kurniati RI. 2013. Uji aktivitas antioksidan dan
fraksi etanol daun buas-buas (Premna cordifolia Linn.) dengan metode DPPH
(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Naskah Publikasi Prodi Farmasi Fk UNTAN
Le Hoang Lam, T. Shimamura, K.
Sakaguchi, K. Noguchi, M Ishiyama, Y. Fujimura and H. Ukeda. 2007. Anal.
Biochem. 364:104-109.
Lewis, S. M., Heitkemper , M.
M., & Dirksen, S. R. 2004. Medical
surgical nursing: Assesment
and
management of clinical
problems. Missouri: Mosby.
Nazri, et al.2011. in Vitro Antibacterial and
Radikal Scavenging Activities of Malaysian Table Salad. African Journal of
Biotechnology. Vol. 10 (30): 5728-5735.
Ogbulie, et al. 2007. Antibacterial Activities and
Toxicological Potentials of Crude Ethanolic Extracts of Euphorbia hirta. African Journal of Biotechnology. 6 (13),
1544-1548.
Rai S, Vaishnav A, Chandy A, Singh M and Singh MP.
2011. Antipyretic activity of ethanolic extract of Premna corymbosa Rottl.
Leaves (Verbenacea). Research journal of pharmacognosy and phytochemistry 2011;
3(6): 278.
Rajendran R and Basha NS. 2008 Cardioprotective
effect of ethanol extract of stem-bark and stem-wood of Premna serratifolia
Lin., (Verbenaceae). Research J. Pharm. and Tech. 1(4): Oct.-Dec. 2008.
Rajendran R. 2010. Anti-Arthritic Activity of Premna
serratifolia Linn., Wood against Adjuvant Induced Arthritis. Avicenna Journal
of Medical Biotechnology 2010; 2(2): 101-108.
Rajendran R. 2010. Antimicrobial activity of different
bark and wood of Premna serratifolia
Linn. International Journal of Pharma and Bio Sciences 2010; 1(1); 1-9.
Rajendran R, Suseela L, Meenakshi Sundaram R and
Saleem Basha N. 2008. Cardiac stimulant activity of bark and wood of Premna serratifoliaL. A. J. of the Bangladesh
pharmalogical society,3:107-113,(2008).
|
Rajendran R and Basha N S. 2010.
Antimicrobial activity of crude extracts and fractions of premna serratifolia
L. root. International J. of phytomedicienes and Related industries,2:1.
Rajendran R. 2010. Antimicrobial activity of
different bark and wood of premna serratifolia. International J. of pharma and
Bioscience,1:1-9.
Rathor R S, Prakash A and Singh PP. 1977.
Prelimininary study of anti-inflammatory and anti-arthritic activity.
Rheumatism 12:130.
Restuati M, Ilyas S, Hutahaean
S and Sipahutar H. 2014. Study of the
extract activities of Buas-buas leaves (Premna pubescens) as immunostimulant on
rats (Rattus novegicus). American
Journal of BioScience 2014; 2(6): 244-250. ISSN: 2330-0159 (Print); ISSN:
2330-0167 (Online)
Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid
Propolis Trigona sp terhadap
bakteri Streptoccus mutans (in vitro). Majalah kedokteran Gigi. 38 (3),
135-141.
Sangi, M.; Runtuwene, M.R.J.; Simbala, H.E.I. dan
Makang, V.M.A. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa
Utara.Chemistry Progress. 1,47-53.
Sigh CR, Nelson R, Krishnan PM,
and Mahesh K and Pargavi B. 2011. Identification of Volatile Constituents from
Premna serratifoliaL.through GC-MS. International Journal of PharmTech Research
Vol. 3, No.2, pp 1050-1058, April-June 2011
Shukri, et al. 2001. Polyphenols and Antioxidant
Activities of Selected Traditional Vegetables.Vol. 39 (1).
Sumarti, Debora Tambunan, dkk. 2013. Metabolit
Sekunder pada Daun Buas-buas. [Online]. http://www.slideshare.net/debodcomfeito/metabolit-sekunder-pada-daun-buas-buas.
Wahyuni S, Mukarlina, dan Yanti AP. 2014. Aktivitas
Antifungi Ekstrak Metanol Daun Buas-Buas (Premna serratifolia) Terhadap Jamur
Diplodia sp. Pada Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Jurnal
Protabiont Vol 3 (2) : 274 – 279
Zainura. 2012. Buas-buas [Online]. http://wannura.wordpress.com/2012/06/16/buas-buas-premna-sp/
diakses 12 September 2014).
|
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1.
PENGGUNAAN
DANA
a.
Peralatan
Penunjang
|
No.
|
Material
|
Justifikasi
pemakaian
|
Kuantitas
|
Harga
Satuan (Rp)
|
Keterangan
(Rp)
|
|
1.
|
Kertas saring
|
|
5 lembar
|
12.000,-
|
60.000,-
|
|
2.
|
Sarung tangan
|
|
1 box
|
39.100,-
|
39.100,-
|
|
3.
|
Masker
|
|
1 box
|
35.000,-
|
35.000,-
|
|
4.
|
Alumunium foil
|
|
2 roll
|
17.000,-
|
34.000,-
|
|
5.
|
blender
|
|
1 buah
|
120.000,-
|
120.000,-
|
|
6.
|
Kapas steril
|
|
1 buah
|
55.000,-
|
55.000,-
|
|
7.
|
Kain lap
|
|
3 buah
|
3.500,-
|
10.000,-
|
|
8.
|
Sewa laboratorium Terpadu Universitas
Muhammadiyah
|
Untuk proses maserasi, proses analisis
mikroba, pembuatan media agar, NB, dll.
|
5 bulan
|
300.000,-
|
300.000,-
|
|
9.
|
Sewa laboratorium Hasil Hutan UNTAN
|
Untuk proses evaporasi
|
2 hari
|
450.000,-
|
450.000,-
|
|
10.
|
Beaker glass
|
Untuk menampung maserat
|
1 buah
|
36.400,-
|
36.400,-
|
|
11.
|
Cawan petri
|
Untuk pengujian ekstrak pada kertas
cakram
|
3 buah
|
26.000,-
|
78.000,-
|
|
12.
|
Materai 3000
|
Untuk tanda tangan
|
15 buah
|
4.000,-
|
60.000,-
|
|
13.
|
Materai 6000
|
Untuk tanda tangan
|
4 buah
|
7.000,-
|
21.000,-
|
|
Sub Total (Rp)
|
1.298.500,-
|
||||
*Keterangan
sewa laboratoriu mencakup semua peralatan yang digunakan saat penelitian
b.
|
Bahan
habis pakai
|
No.
|
Material
|
Justifikasi
Pemakaian
|
Kuantitas
|
Harga
Satuan (Rp)
|
Keterangan
|
||
|
1.
|
aqudes
|
Untuk bahan pelarut
|
20/ L
|
4.500,-
|
90.000,-
|
||
|
2.
|
Etanol teknis
|
Untuk pelarut ekstrak daun buas-buas
|
2 L
|
24.000,-
|
48.000,-
|
||
|
3.
|
Etanol p.a
|
Untuk ekstraksi sampel
|
2 botol
|
714.000,-/ botol 2,5 L
|
1.428.000,-
|
||
|
4.
|
Etanol p.a.
|
Untuk ekstraksi sampel
|
1 botol
|
745.000,-/botol 2,5 L
|
745.000
|
||
|
5.
|
NA (Nutrient Agar)
|
Untuk Menganalisis Antimikroba
|
100 g
|
1.500,-
|
150.000,-
|
||
|
6.
|
NaCl
|
Untuk Menganalisis Antimikroba
|
100 g
|
1.500,-
|
150.000,-
|
||
|
7.
|
Kertas Cakram
|
Untuk Menganalisis mikroba
|
100 Buah
|
1.000,-
|
100.000,-
|
||
|
8.
|
Daun Buas-buas
|
Untuk Sampel
|
5 kg
|
25.000,-
|
75.000,-
|
||
|
9.
|
Bakteri Staphylococcus Epidermidis
|
Untuk Sampel
|
1 Tabung reaksi
|
300.000,-
|
300.000,-
|
||
|
10.
|
Kertas
Label
|
Untuk menanda Sampel
|
2 bungkus
|
3000,-
|
6.000,-
|
||
|
11.
|
Buku kerja
|
Untuk mencatat penelitian dan logbook
|
2 buah
|
19.000,-
|
38.000,-
|
||
|
12.
|
HVS A4
|
Sebagai kertas print
|
1 Rem
|
80,-
|
40.000,-
|
||
|
13.
|
Snowman
|
Untuk menandai cawan petri
|
2 buah
|
7.500,-
|
15.000,-
|
||
|
14.
|
Tissue
|
Untuk membersihkan kotoran
|
2 buah
|
10.000
|
20.000,-
|
||
|
15.
|
Printer canon
|
Untuk mencetak dokumen
|
1 buah
|
1.000.000,-
|
1.000.000,-
|
||
|
16.
|
Tinta warna
|
Untuk print
|
3 jarum suntik
|
25.000,-
|
25.000,-
|
||
|
17.
|
Tinta hitam
|
Untuk print
|
2 jarum
suntik dan 1 botol
|
75.000,-
|
75.000,-
|

